2012-12-25

PENENTUKAN KADAR ASPIRIN, PARASETAMOL DAN KAFEIN SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

A.    Tujuan
Tujuan dari percobaan ini yaitu menentukan kadar aspirin, parasetamol dan kafein secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
B.       Landasan Teori
Kromatografi merupakan teknik pemisahan tertentu, pada dasarnya kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase tetap (stationary) dan fase bergerak (mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini. Dari beberapa jenis kromatografi, satu di antaranya adalah Kromatografi Lapis Tipis (KLT), kromatografi jenis ini membutuhkan waktu yang lebih cepat dan diperoleh pemisahan yang lebih baik (Susilo, 2005).
Kromatografi Lapis Tipis merupakan suatu metode pemisahan senyawa kimia berdasarkan perbedaan distribusi dua fase yaitu fasa diam dan fasa gerak. Eluen yang baik adalah eluen yang bisa memisakan senyawa dalam jumlah yang banyak dan di tandai dengan munculnya noda (Rompas)
Fase gerak atau pelarut pengembang akan bergerak naik sepanjang fase diam karena  adanya gaya kapilaritas pada sistem pengembangan menaik (ascending). Pemilihan fase gerak  baik untuk TLC maupun HPTLC didasarkan pada keterpisahan senyawa-senyawa dalam  analit yang didasarkan pada nilai Rf atau hRf (100Rf). Nilai Rf diperoleh dari membagi jarak pusat kromatografik dari titik awal dengan jarak pergerakan pelarut dari titik awal. Penghitungan nilai hRf  ditunjukkan dengan persamaan dibawah ini.

Harga Rf =  

(Ganjar dan Rochman, 2007).
Faktor-faktor yang memengaruhi nilai Rf antara lain struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat penyerap dan aktivitasnya, tebal dan kerataan lapisan penjerap, tingkat kemurnian fase gerak, tingkat kejenuhan uap, jumlah cuplikan yang diinginkan, dan suhu (Sastrohamidjojo,1985).
Metode KLT memiliki beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungannya, waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama dan jumlah sampel yang digunakan sedikit (2−20 μg). Adapun kerugiannya adalah tidak efektif dalam skala besar. Pemakaian dalam skala besar akan menghabiskan plat KLT yang lebih banyak sehingga biaya analisis pun akan semakin meningkat (Tambunan, 2011).
Obat yang bersifat analgesik (penahan rasa sakit/nyeri) dan antipiretik (penurun panas/demam) adalah obat yang paling banyak dikonsumsi masyarakat, karena obat ini dapat berkhasiat menyembuhkan demam, sakit kepala dan rasa nyeri. Umumnya obat yang bersifat analgesik dan antipiretik ini mengandung zat aktif yang disebut asetaminofen atau yang lebih dikenal dengan parasetamol (Rachdiati, 2008).
Struktur Parasetamol
Parasetamol atau asetaminofen adalah turunan a para-aminophenol memiliki khasiat sebagai analgesik, antipiretik, dan aktivitas antiradang yang lemah. Parasetamol merupakan analgesik non-opioid sering dicoba pertama untuk pengobatan gejala berbagai tipe sakit kepala termasuk migrain dan sakit kepala tipe tensi (Sweetman, 1982).
Parasetamol (C8H9NO2) mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket Pemerian parasetamol berupa serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Kelarutan, larut dalam 70 bagian air, 7 bagian (85%), 13 bagian aseton P, 40 bagian gliserol dan 9 bagian propilenglikol P serta larut dalam alkali hidroksida (Dirjen POM, 1979).
Kafein merupakan alkaloid yang tergolong turunan dari purin dalam keluarga methylxanthine bersama-sama senyawa terfilin teobromin. Pada keadaan asal kafein adalah serbuk putih yang pahit. Rumus kimianya ialah C6H10N4O2 dan nama sistematik kafein adalah: 1,3,7-trimetilxanthine dan 3,7-dihidro-1,3,7-trimetil-1-H-purin-2,6-dione. Kafein bersifat psikoaktif, digunakan sebagai stimulan sistem saraf pusat dan mempercepat metabolisme (diuretik). Konsumsi kafein berguna untuk meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan kantuk dan menaikkan mood. Overdosis kafein akut, biasanya lebih dari 300 mg per hari, dapat menyebabkan sistem saraf pusat terstimulasi secara berlebihan (Tjay, 2003)
                                               
Asam asetilsalisilat mempunyai nama sinonim asetosal, asam salisilat asetat dan yang paling terkenal adalah aspirin. Serbuk asam asetil salisilat dari tidak berwarna atau kristal putih atau serbuk granul kristal yang berwarna putih.. Nilai titik lebur dari asam asetil salisilat adalah 135oC. Asam asetilsalisilat larut dalam air (1:300), etanol (1:5), kloroform (1:17) dan eter (1:10-15), larut dalam larutan asetat dan sitrat dan dengan adanya senyawa yang terdekomposisi, asam asetilsalilsilat larut dalam larutan hidroksida dan karbonat (Dirjen POM, 1979).



C.    Alat dan Bahan
1.      Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu :

-           Bejana KLT (Chamber)
-          Penyemprot
-          Pipa kapiler
-          Oven
-          Kaca objek
-          Gelas kimia
-          Batang pengaduk

2.      Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu :

-          Silica gel G
-          Asam sulfat (H2SO4)
-          Metanol
-          Asam asetat
-          Etil asetat
-          Kalium permanganat (KMNO4)
-          Sampel obat (PCT, aspirin dan kafein)

-          Zat pembanding (parasetamol dan kafein murni)



D.    Prosedur Kerja
1.     
3 gram silica gel G
Lempeng KLT
-    Dimasukkan kedalam gelas kimia
-    Ditambahkan 6 ml air
-    Diaduk
-    Dilapiskan pada plat kaca dengan ketebalan 0,1-0,3 mm
-    Dikeringkan
-    Dimasukkan kedalam oven pada suhu 100,5°C selama 1 jam
Penyiapan Lempeng









2.     
Metanol, asam setat dan etil asetat
-       Dimasukkan kedalam chamber dengan perbandingan 1:8:1 bagian volume
-       Ditutup dan digoyangkan
-       Dijenuhkan
Eluen
Penyiapan Pengembang Kromatografi








3.     
Poldanmig
-    Digerus
-    Ditimbang sebanyak 0,02 gram
-    Dilarutkan dalam kloroform 2 ml
-    Ditotolkan pada lempeng KLT
-    Dikeringkan
-    Diulangi pada zat pembanding

Lempeng yang telah ditotol
Penotol Sampel dan Zat Pembanding






4.     
Lempeng yang telah ditotol
Elusi dengan Pengembang dan Lokasi Noda
-    Dimasukkan kedalam chamber
-    Ditutup
-    Dielusi
-    Dikeluarkan
-    Dioven
-    Dikeluarkan
-    Disemprot dengan penampak noda ( 0,1 N KMNO4 dalam H2SO4 0,05 N)
-    Dipanaskan diatas lampu Bunsen
-    Diamati noda yang terbentuk
-    Dihitung nilai Rf
-    Diulangi pada zat pembanding

 






Rf sampel              = 0.725
Rf parasetamol         = 0,75
Rf kafein               = 0.625
 




E.     Hasil Pengamatan
Panjang Plat KLT            = 4 cm
Jarak parasetamol murni   = 3 cm
Jarak sampel                     = 2.9 cm
Jarak Kafein murni           = 2.5 cm
Ø  Nilai Rf sampel              = =  =  0.725
Ø  Nilai Rf parasetamol        = =  = 0,75
Ø  Nilai Rf kafein            = =  = 0.625
F.     Pembahasan
Krmatografi lapis tipis adalah suatu metode pemisahan yang didasarkan pada distribusi senyawa didalam dua fase yaitu fase diam yang biasa digunakan adalah silica gel dan fase gerak yaitu campuran beberapa pelarut atau biasa disebut engan eluen. Senyawa obat-obatan yang digunakan pada percobaan ini yaitu parsetamol, asetosal dan kafein.
Sa,
Pada keadaan sebenarnya hanya digunakan parasetamol sebagai bahan obat. Percobaan dilakukan terlebih dahulu dengan membuat plat silika secara manual. Plat ini dibuat dengan menggunakan silica gel yang ditempatkan plat datar. Plat datar yang digunakan yaitu kaca objek lalu dipanaskan kedalam oven selama       1 jam. Cara ini sangat merepotkan karena silika yang ditempatkan pada kaca objek tidak merata dengan baik dan silika yang digunakan dapat cepat mongering seblum sempat diratakan. Selain itu juga plat yang dibuat terlalu tebal yang dapat menyebabkan senyawa yang akan diidentifikasi tidak dapat terdistribusi dengan baik pada silika. Silika gel ini menghasilkan perbedaan dalam efek pemisahan dan mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap daya pemisahnya.
Larutan pengembang dibuat dengan campuran antara Metanol : asam asetat : etil asetat. Larutan pengembang akan berfungsi sebagai eluen atau fase gerak. Sebelum dilakukan penotolan sampel, sampel harus terlebih dahulu digerus dan dilarutkan dalam kloroform. Hal ini dilakukan juga pada zat pembanding. Zat pembanding berisi zat murni yang bebas dari zat tambahan. Sampel beserta zat pembanding kemudian ditotolkan pada plat silika yang telah dibuat sebelumnya. Penotolan harus dilakukan sekecil dan sesempit mungkin. Jika penotolan terlalu besar maka akan menurunkan resolusi. Penotolan yang tidak tepat juga akan menyebabkan bercak menyebar dan menghasilkan puncak ganda. Setelah ditotol lalu dimasukkan ke dalam chamber sampai terjadi pengembangan. Pengembangan ialah proses pemisahan campuran sampel akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan. Proses ini akan menghasilkan bercak noda.
Pada percobaan ini, bercak noda dihasilkan dari penyemprotan pereaksi penampak bercak yaitu asam sulfat (H2SO4).  Asam sulfat yang digunakan dalam deteksi senyawa. Reagen ini digunakan untuk menghasilkan bercak berfluoresensi dari kortikosteroid. Dari bercak ini kemudian dapat dihitung nilai Rf  yaitu Rf sampel sebesar 1 cm dan Rf parasetamol sebesar 0.8 cm. Nilai Rf  sebesar 1 secara teori menunjukkan bahwa sampel mempunyai distribusi dan faktor retensi sama dengan nol artinya sampel berpindah dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai ini merupakan nilai maksimum.
Bercak yang diperoleh kemudian diukur panjangnya dari tempat penotolan yang kemudian ditentukan nilai faktor penghambat atau Rf masing-masing. Nilai Rf sampel adalah 0.725, Rf parasetamol adalah 0.75 dan nilai Rf kafein adalah 0.625. Dekatnya nilai Rf mengindikasikan bahwa dalam sediaan obat tersebut mengandung parasetamol dan kafein
G.    Kesimpulan
Pada percobaan ini, diperoleh kesimpulan yaitu nilai Rf  bercak noda yaitu Rf  sampel sebesar 0.725, Rf  parasetamol sebesar 0.75 dan Rf  kafein sebesar 0.625.


DAFTAR PUSTAKA
 Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Gandjar, IG dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Rompas, Romario Aldi dan Hosea Jaya Edy dan Adithya Yudistira. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID DALAM DAUN LAMUN (SYRINGODIUM ISOETIFOLIUM). Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado.

Rachdiati, Henny dan Ricson P Hutagaol dan Erna Rosdiana. Penentuan Waktu Kelarutan Parasetamol Pada Uji Disolusi. Nusa Kimia Jurnal Vol.8 No.1 : 1-6, Juni 2008. FMIPA UNB.

Sastrohamidjojo. 1985. Kromatografi. Penerbit Liberty. Yogyakarta
Susilo, Jatmiko. 2005. Penetapan Kadar Co-Trimoksazol Yang Dilakukan Dengan Menggunakan Spektrofotometer Ultraviolet Secara Simultan – KLT. Jurnal Litbang. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang
Sweetman.

Tambunan A.P. 2011. Profil Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Ekstrak Tempuyung Sonchus arvensis L. Dan Toksisitasnya Terhadap Artemia salina. Skripsi. Departemen Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Bogor




ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق