2012-12-25

PENENTUKAN KADAR ASPIRIN, PARASETAMOL DAN KAFEIN SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

A.    Tujuan
Tujuan dari percobaan ini yaitu menentukan kadar aspirin, parasetamol dan kafein secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
B.       Landasan Teori
Kromatografi merupakan teknik pemisahan tertentu, pada dasarnya kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase tetap (stationary) dan fase bergerak (mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini. Dari beberapa jenis kromatografi, satu di antaranya adalah Kromatografi Lapis Tipis (KLT), kromatografi jenis ini membutuhkan waktu yang lebih cepat dan diperoleh pemisahan yang lebih baik (Susilo, 2005).
Kromatografi Lapis Tipis merupakan suatu metode pemisahan senyawa kimia berdasarkan perbedaan distribusi dua fase yaitu fasa diam dan fasa gerak. Eluen yang baik adalah eluen yang bisa memisakan senyawa dalam jumlah yang banyak dan di tandai dengan munculnya noda (Rompas)
Fase gerak atau pelarut pengembang akan bergerak naik sepanjang fase diam karena  adanya gaya kapilaritas pada sistem pengembangan menaik (ascending). Pemilihan fase gerak  baik untuk TLC maupun HPTLC didasarkan pada keterpisahan senyawa-senyawa dalam  analit yang didasarkan pada nilai Rf atau hRf (100Rf). Nilai Rf diperoleh dari membagi jarak pusat kromatografik dari titik awal dengan jarak pergerakan pelarut dari titik awal. Penghitungan nilai hRf  ditunjukkan dengan persamaan dibawah ini.

Harga Rf =  

(Ganjar dan Rochman, 2007).
Faktor-faktor yang memengaruhi nilai Rf antara lain struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat penyerap dan aktivitasnya, tebal dan kerataan lapisan penjerap, tingkat kemurnian fase gerak, tingkat kejenuhan uap, jumlah cuplikan yang diinginkan, dan suhu (Sastrohamidjojo,1985).
Metode KLT memiliki beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungannya, waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama dan jumlah sampel yang digunakan sedikit (2−20 μg). Adapun kerugiannya adalah tidak efektif dalam skala besar. Pemakaian dalam skala besar akan menghabiskan plat KLT yang lebih banyak sehingga biaya analisis pun akan semakin meningkat (Tambunan, 2011).
Obat yang bersifat analgesik (penahan rasa sakit/nyeri) dan antipiretik (penurun panas/demam) adalah obat yang paling banyak dikonsumsi masyarakat, karena obat ini dapat berkhasiat menyembuhkan demam, sakit kepala dan rasa nyeri. Umumnya obat yang bersifat analgesik dan antipiretik ini mengandung zat aktif yang disebut asetaminofen atau yang lebih dikenal dengan parasetamol (Rachdiati, 2008).
Struktur Parasetamol
Parasetamol atau asetaminofen adalah turunan a para-aminophenol memiliki khasiat sebagai analgesik, antipiretik, dan aktivitas antiradang yang lemah. Parasetamol merupakan analgesik non-opioid sering dicoba pertama untuk pengobatan gejala berbagai tipe sakit kepala termasuk migrain dan sakit kepala tipe tensi (Sweetman, 1982).
Parasetamol (C8H9NO2) mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket Pemerian parasetamol berupa serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Kelarutan, larut dalam 70 bagian air, 7 bagian (85%), 13 bagian aseton P, 40 bagian gliserol dan 9 bagian propilenglikol P serta larut dalam alkali hidroksida (Dirjen POM, 1979).
Kafein merupakan alkaloid yang tergolong turunan dari purin dalam keluarga methylxanthine bersama-sama senyawa terfilin teobromin. Pada keadaan asal kafein adalah serbuk putih yang pahit. Rumus kimianya ialah C6H10N4O2 dan nama sistematik kafein adalah: 1,3,7-trimetilxanthine dan 3,7-dihidro-1,3,7-trimetil-1-H-purin-2,6-dione. Kafein bersifat psikoaktif, digunakan sebagai stimulan sistem saraf pusat dan mempercepat metabolisme (diuretik). Konsumsi kafein berguna untuk meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan kantuk dan menaikkan mood. Overdosis kafein akut, biasanya lebih dari 300 mg per hari, dapat menyebabkan sistem saraf pusat terstimulasi secara berlebihan (Tjay, 2003)
                                               
Asam asetilsalisilat mempunyai nama sinonim asetosal, asam salisilat asetat dan yang paling terkenal adalah aspirin. Serbuk asam asetil salisilat dari tidak berwarna atau kristal putih atau serbuk granul kristal yang berwarna putih.. Nilai titik lebur dari asam asetil salisilat adalah 135oC. Asam asetilsalisilat larut dalam air (1:300), etanol (1:5), kloroform (1:17) dan eter (1:10-15), larut dalam larutan asetat dan sitrat dan dengan adanya senyawa yang terdekomposisi, asam asetilsalilsilat larut dalam larutan hidroksida dan karbonat (Dirjen POM, 1979).



C.    Alat dan Bahan
1.      Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu :

-           Bejana KLT (Chamber)
-          Penyemprot
-          Pipa kapiler
-          Oven
-          Kaca objek
-          Gelas kimia
-          Batang pengaduk

2.      Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu :

-          Silica gel G
-          Asam sulfat (H2SO4)
-          Metanol
-          Asam asetat
-          Etil asetat
-          Kalium permanganat (KMNO4)
-          Sampel obat (PCT, aspirin dan kafein)

-          Zat pembanding (parasetamol dan kafein murni)



D.    Prosedur Kerja
1.     
3 gram silica gel G
Lempeng KLT
-    Dimasukkan kedalam gelas kimia
-    Ditambahkan 6 ml air
-    Diaduk
-    Dilapiskan pada plat kaca dengan ketebalan 0,1-0,3 mm
-    Dikeringkan
-    Dimasukkan kedalam oven pada suhu 100,5°C selama 1 jam
Penyiapan Lempeng









2.     
Metanol, asam setat dan etil asetat
-       Dimasukkan kedalam chamber dengan perbandingan 1:8:1 bagian volume
-       Ditutup dan digoyangkan
-       Dijenuhkan
Eluen
Penyiapan Pengembang Kromatografi








3.     
Poldanmig
-    Digerus
-    Ditimbang sebanyak 0,02 gram
-    Dilarutkan dalam kloroform 2 ml
-    Ditotolkan pada lempeng KLT
-    Dikeringkan
-    Diulangi pada zat pembanding

Lempeng yang telah ditotol
Penotol Sampel dan Zat Pembanding






4.     
Lempeng yang telah ditotol
Elusi dengan Pengembang dan Lokasi Noda
-    Dimasukkan kedalam chamber
-    Ditutup
-    Dielusi
-    Dikeluarkan
-    Dioven
-    Dikeluarkan
-    Disemprot dengan penampak noda ( 0,1 N KMNO4 dalam H2SO4 0,05 N)
-    Dipanaskan diatas lampu Bunsen
-    Diamati noda yang terbentuk
-    Dihitung nilai Rf
-    Diulangi pada zat pembanding

 






Rf sampel              = 0.725
Rf parasetamol         = 0,75
Rf kafein               = 0.625
 




E.     Hasil Pengamatan
Panjang Plat KLT            = 4 cm
Jarak parasetamol murni   = 3 cm
Jarak sampel                     = 2.9 cm
Jarak Kafein murni           = 2.5 cm
Ø  Nilai Rf sampel              = =  =  0.725
Ø  Nilai Rf parasetamol        = =  = 0,75
Ø  Nilai Rf kafein            = =  = 0.625
F.     Pembahasan
Krmatografi lapis tipis adalah suatu metode pemisahan yang didasarkan pada distribusi senyawa didalam dua fase yaitu fase diam yang biasa digunakan adalah silica gel dan fase gerak yaitu campuran beberapa pelarut atau biasa disebut engan eluen. Senyawa obat-obatan yang digunakan pada percobaan ini yaitu parsetamol, asetosal dan kafein.
Sa,
Pada keadaan sebenarnya hanya digunakan parasetamol sebagai bahan obat. Percobaan dilakukan terlebih dahulu dengan membuat plat silika secara manual. Plat ini dibuat dengan menggunakan silica gel yang ditempatkan plat datar. Plat datar yang digunakan yaitu kaca objek lalu dipanaskan kedalam oven selama       1 jam. Cara ini sangat merepotkan karena silika yang ditempatkan pada kaca objek tidak merata dengan baik dan silika yang digunakan dapat cepat mongering seblum sempat diratakan. Selain itu juga plat yang dibuat terlalu tebal yang dapat menyebabkan senyawa yang akan diidentifikasi tidak dapat terdistribusi dengan baik pada silika. Silika gel ini menghasilkan perbedaan dalam efek pemisahan dan mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap daya pemisahnya.
Larutan pengembang dibuat dengan campuran antara Metanol : asam asetat : etil asetat. Larutan pengembang akan berfungsi sebagai eluen atau fase gerak. Sebelum dilakukan penotolan sampel, sampel harus terlebih dahulu digerus dan dilarutkan dalam kloroform. Hal ini dilakukan juga pada zat pembanding. Zat pembanding berisi zat murni yang bebas dari zat tambahan. Sampel beserta zat pembanding kemudian ditotolkan pada plat silika yang telah dibuat sebelumnya. Penotolan harus dilakukan sekecil dan sesempit mungkin. Jika penotolan terlalu besar maka akan menurunkan resolusi. Penotolan yang tidak tepat juga akan menyebabkan bercak menyebar dan menghasilkan puncak ganda. Setelah ditotol lalu dimasukkan ke dalam chamber sampai terjadi pengembangan. Pengembangan ialah proses pemisahan campuran sampel akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan. Proses ini akan menghasilkan bercak noda.
Pada percobaan ini, bercak noda dihasilkan dari penyemprotan pereaksi penampak bercak yaitu asam sulfat (H2SO4).  Asam sulfat yang digunakan dalam deteksi senyawa. Reagen ini digunakan untuk menghasilkan bercak berfluoresensi dari kortikosteroid. Dari bercak ini kemudian dapat dihitung nilai Rf  yaitu Rf sampel sebesar 1 cm dan Rf parasetamol sebesar 0.8 cm. Nilai Rf  sebesar 1 secara teori menunjukkan bahwa sampel mempunyai distribusi dan faktor retensi sama dengan nol artinya sampel berpindah dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai ini merupakan nilai maksimum.
Bercak yang diperoleh kemudian diukur panjangnya dari tempat penotolan yang kemudian ditentukan nilai faktor penghambat atau Rf masing-masing. Nilai Rf sampel adalah 0.725, Rf parasetamol adalah 0.75 dan nilai Rf kafein adalah 0.625. Dekatnya nilai Rf mengindikasikan bahwa dalam sediaan obat tersebut mengandung parasetamol dan kafein
G.    Kesimpulan
Pada percobaan ini, diperoleh kesimpulan yaitu nilai Rf  bercak noda yaitu Rf  sampel sebesar 0.725, Rf  parasetamol sebesar 0.75 dan Rf  kafein sebesar 0.625.


DAFTAR PUSTAKA
 Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Gandjar, IG dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Rompas, Romario Aldi dan Hosea Jaya Edy dan Adithya Yudistira. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID DALAM DAUN LAMUN (SYRINGODIUM ISOETIFOLIUM). Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado.

Rachdiati, Henny dan Ricson P Hutagaol dan Erna Rosdiana. Penentuan Waktu Kelarutan Parasetamol Pada Uji Disolusi. Nusa Kimia Jurnal Vol.8 No.1 : 1-6, Juni 2008. FMIPA UNB.

Sastrohamidjojo. 1985. Kromatografi. Penerbit Liberty. Yogyakarta
Susilo, Jatmiko. 2005. Penetapan Kadar Co-Trimoksazol Yang Dilakukan Dengan Menggunakan Spektrofotometer Ultraviolet Secara Simultan – KLT. Jurnal Litbang. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang
Sweetman.

Tambunan A.P. 2011. Profil Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Ekstrak Tempuyung Sonchus arvensis L. Dan Toksisitasnya Terhadap Artemia salina. Skripsi. Departemen Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Bogor




PENENTUAN KADAR Fe (BESI) DALAM SEDIAAN SECARA SPEKTROFOTOMETER ATAU KOLORIMETRI MENGGUNAKAN METODE STANDAR ADISI

A.    Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan kadar Fe (besi) dalam sediaan secara spektrofotometer atau kolorimetri menggunakan metode standar adisi.
B.     Landasan Teori
Besi secara farmakologi digunakan sebagai zat penambah darah bagi penderita anemia. Salah satu bentuk garam besi yang digunakan sebagai komponen zat aktif dalam sediaan penambah darah adalah besi (II) sulfat, yaitu besi bervalensi dua atau fero. Hal ini berkaitan dengan kondisi tubuh manusia yang lebih mudah menyerap besi dua daripada besi bervalensi tiga. Sifat kimia besi yang sangat dikenal adalah mudah teroksidasi oleh oksigen dari udara dan oksidator lainnya, sehingga besi umumnya dijumpai sebagai besi bervalensi tiga. Pada kondisi tertentu dimana kurang kontak dengan udara, besi berada sebagai besi bervalensi dua (Vogel, 1961).
Metode analisis besi yang sering digunakan saat ini adalah dengan spektrofotometri sinar tampak, karena kemapuannya dapat mengukur konsentrasi besi yang rendah. Analisis kuantitatif besi dengan spektrofotomteri dikenal dua metode, yaitu metode orto-fenantrolin dan metode tiosianat. Besi bervalensi dua maupun besi bervalensi tiga dapat membentuk kompleks berwarna dengan suatu reagen pembentuk kompleks dimana intensitas warna yang dibentuk dapat diukur dengan spektrofotometer sinar tampak (Kartasasmita, 2008).
Metoda spektrofotometri uv-vis adalah salah satu metoda analisis kimia untuk menentukan unsur logam, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Analisis secara kualitatif berdasarkan pada panjang gelombang yang ditunjukkan oleh puncak spektrum (190 nm s/d 900 nm), sedangkan analisis secara kuantitatif berdasarkan pada penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media. Pembentukan warna dilakukan dengan cara menambahkan bahan pengompleks yang selektif terhadap unsur yang ditentukan (Fatimah, 2009).
 Spektrofotometri UV Vis digunakan dalam penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai struktur kromofor atau mengandung gugus kromofor. Penentuan kadar dilakukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum (puncak kurva), agar dapat memberikan absorbansi tertinggi untuk setiap konsentrasi (Cahyadi, 2006).
Salah satu metode yang cukup handal pada spektrofotometer adalah dengan penambahbakuan atau adisi standar. Metode ini meruapakan suatu pengembangan metode spektrofotometer sinar tampak dengan biaya relatif lebih murah (Watulingas, 2008).
Tujuan utama penggunaan metode adisi standar adalah untuk (1) meningkatkan sensitivitas melalui penambahan nilai terukur; (2) menurunkan sensitivitas ketika larutan analit terlalu tinggi konsentrasinya; (3) mengkompensasi efek matriks; (4) mengkompensasi kesalahan operator          (Day, 2002).
C.    Alat dan Bahan

1.      Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
a.       Spektronik 20 D
b.      Kuvet
c.       Gelas ukur 10 mL dan 50 mL
d.      Pipet ukur 10 ml
e.       Filler
f.       Tabung reaksi
g.      Pipet tetes
h.      Labu takar 25 ml dan 50 mL
i.        Gelas kimia
j.        Timbangan analitik

2.      Bahan

Bahan -bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:
a.       Air (H2O)
b.      Sediaan obat dengan kandungan Besi(III) sulfat
c.       Ammonium Tiosianat
d.      HCl pekat
e.       FeCl3





D.    Prosedur Kerja

·         Pembuatan Larutan Standar
Besi (III) klorida (FeCl3)
 


-       Ditimbang sebanyak 0.001 gram
-     Dilarutkan dengan HCl pekat
-     Diencerkan hingga 100 mL dengan akuades
Larutan FeCl3 10 ppm
 


-     Dipipet 5 mL, dimasukkan dalam labu ukur
-     Ditambahkan larutan ammonium tiosianat
-     Diencerkan hingga 100 ml

Larutan standar 5 ppm
·         Penentuan nilai λ maks
Larutan standar
 


-          Dimasukkan dalam kuvet
-          Diukur absorbansi pada rentang panjang gelombang 450-650 nm
-          Dicatat hasil yang diperoleh

λ maks = 450 nm


·         Penentuan Kadar Fe dengan Metode Standar Adisi I
Sediaan Besi Sulfat

 


-          Ditimbang sebanyak 0.01 gram
-          Dilarutkan dengan HCl
-          Diencerkan dengan akuades hingga volume 250 mL
Larutan Besi Sulfat
 


-          Dipipet sebanyak 25 mL
-          Dimasukkan di dalam lima labu ukur berbeda
-          Ditambahkan larutan standar masing-masing 0, 5, 10, 15, 20 mL
-          Ditambahkan larutan ammonium tiosianat
-          Diencerkan dengan akuades hingga tanda tera
-          Diukur absorbansi pada λ = 450 nm

A 0 mL larutan standar  = 0.082
A 5 mL larutan standar  = 0.114
A 10 mL larutan standar = 0.178
A 15 mL larutan standar = 0.235
A 20 mL larutan standar = 0.281


·         Penentuan Kadar Fe dengan Metode Adisi Standar II
Sediaan Besi Sulfat

 


-          Ditimbang sebanyak 0.01 gram
-          Dilarutkan dengan HCl
-          Diencerkan dengan akuades hingga volume 250 mL
Larutan Besi Sulfat
 


-          Dipipet sebanyak 25 mL
-          Dimasukkan di dalam dua labu ukur berbeda
-          Ditambahkan 1 mL larutan standar pada labu pertama dan tidak ditambahkan larutan standar pada labu kedua
-          Ditambahkan larutan ammonium tiosianat
-          Diencerkan dengan akuades hingga tanda tera
-          Diukur absorbansi pada λ = 450 nm

A 0 mL larutan standar  = 0.105
A 1 mL larutan standar  = 0.117

 

E.     Hasil Pengamatan

1.      Tabel Hasil Pengamatan

·         Penentuan panjang gelombang ( λ ) maksimum
Senyawa
Panjang gelombang (λ)
Nilai absorbansi
FeCl3
450
0,576
460
0,574
470
0,572


·         Penentuan nilai absorbansi FeCl3 Metode Standar Adisi I :
Volume Larutan Standar (ml)
Panjang gelombang
Nilai absorbansi
0
450
0.082
5
450
0.114
10
450
0.178
15
450
0.235



20
450
0.281




·         Penentuan nilai absorbansi FeCl3 Metode Standar Adisi II :
Volume Larutan Standar (ml)
Panjang gelombang
(λ)
Nilai absorbansi
0
450
0.105
1
450
0.117

2.  Perhitungan
a. Metode Standar Adisi I


Dik.              = 0.0742
             = 0.0104
                                    Cs = 10 ppm
            Vx = 5 mL
Dit.             Cx = …?
Peny.          
                    Cx =  =  14.269 ppm

b. Metode Standar Adisi II
Dik.             Vs = 5 mL
                        Cs = 10 ppm
                        Vx = 5 mL
                        A1 = 0,105
                        A2 = 0,117
Dit.                         Cx = …?
Peny.          
                        Cx =  = 87.5 ppm
3. Reaksi
Fe2(SO4)3  +  NH4SCN  à  Fe(SCN)3  +  (NH4)2SO4

                  
F.     Pembahasan

Prinsip kerja spektrofotometer adalah menggunakan instrumen obat atau molekul dengan radiasi elektromagnetik, yang energinya sesuai. Interaksi tersebut akan meningkatkan energi potensi elektron pada tingkat aksitan. Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada suatu macam gugus maka akan terjadi suatu absorbsi yang merupakan garis spektrum.
Metoda spektrofotometri uv-vis adalah salah satu metoda analisis kimia untuk menentukan unsur, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Analisis secara kualitatif berdasarkan pada panjang gelombang yang ditunjukkan oleh puncak spektrum (190 nm s/d 900 nm), sedangkan analisis secara kuantitatif berdasarkan pada penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media. Intensitas ini sangat tergantung pada tebal tipisnya media dan konsentrasi warna spesies yang ada pada media tersebut.
Percobaan yang dilakukan berupa uji kualitatif dan kuantitatif pada sediaan obat generik yang mengandung Besi (III) Sulfat. Uji kualitatif yang dilakukan yaitu untuk menentukan panjang gelombang (λ) maksimum dan uji kuantitatif yaitu penentuan kadar Besi (III) Sulfat dalam sediaan.
Pada percobaan ini, langkah pertama yang dilakukan dengan mereaksikan larutan standar besi yang berada di dalam labu takar dengan larutan KSCN (amonium tiosulfat) yang merupakan pereaksi warna dan reaksinya dengan larutan besi yang merupakan senyawa kompleks [Fe(SCN)]2+. Pereaksi ini akan menghasilkan warna yang menyerap dengan kuat sehingga dapat digunakan untuk analisa besi dalam kadar kecil.
Suatu larutan dijadikan sebagai pereaksi  harus memenuhi beberapa persyaratan. KSCN merupakan pereaksi warna, sebab reaksinya dengan zat yang dianalisis yaitu besi (Fe) selektif dan sensitif yaitu membentuk kompleks besi tiosianat yang berwarna merah. Warna yang ditimbulkan yaitu merah bata, stabil untuk jangka waktu yang lama, sehingga serapannya tidak berubah-ubah hingga akhir analisis. Tidak membentuk warna dengan zat-zat lain yaitu ion H+, Cl- dan NO3- yang ada dalam larutan.
Warna merah bata yang dihasilkan mempunyai warna komplementer hijau – biru. Warna komplementer terbentuk ketika cahaya putih yang berisi seluruh spektrum panjang gelombang melewati suatu medium (larutan kimia berwarna) yang tembus cahaya bagi panjang – panjang gelombang tertentu tetapi menyerap panjang – panjang gelombang yang lain akibatnya medium itu akan tampak berwarna bagi pengamat.
Setelah itu langkah selanjutnya yang dilakukan dalam percobaan ini adalah memilih panjang gelombang maksimum. Pengukuran serapan atau absorbansi spektrometri biasanya dilakukan pada suatu panjang gelombang yang sesuai dengan serapan maksimum karena konsentrasi besar terletak pada titik ini, artinya serapan larutan encer masih terdeteksi. Pengukuran absorbansi untuk larutan standar besi dan absorbansi sampel yang mengandung besi diukur pada λmax = 450 nm karena pada panjang gelombang tersebut mrnunjukkan nilai absorbansi paling tinggi yakni 0,576.
Panjang gelombang maksimum ini bertujuan agar zat-zat yang mengganggu tidak ikut terserap ataupun memberikan serapan, dalam hal ini yang akan memberikan serapan hanya logam yang dianalisis (besi) sedangkan tidak boleh memberikan serapan. Pengukuran serapan atau absorbansi spektrometri biasanya dilakukan pada suatu panjang gelombang yang sesuai dengan serapan maksimum karena konsentrasi besar pada titik ini, artinya serapan larutan encer masih terdeteksi.
Kemudian langkah selanjutnya dalam analisis ini adalah pembuatan kurva kalibrasi, dimana kurva kalibrasi dibuat dengan jalan mengukur serapan larutan – larutan standar . bila hukum Lambert – Beer dipenuhi, maka grafik / kurva ini akan membentuk garis lurus melalui titik nol. Dengan serapan cuplikan pada kurva kalibrasi, maka konsentrasi cuplikan dapat ditentukan.
Dimana mengukur serapan dari larutan standar besi dengan jumlah yang berbeda untuk wadah yaitu 0 ml; 5 ml; 10 ml; 15 ml; dan 20 ml yang ditambahkan 5 ml amonium tiosianat sebagai pengompleks yang akan membentuk warna agar dapat terbaca absorbansi pada spektrofotometri. Kemudian larutan ini dimasukkan ke dalam kuvet yang telah disiapkan dan diukur serapannya dengan menggunakan panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh pada perlakuan sebelumnya yaitu pada panjang gelombang 450 nm. Hasil pengkuran menunjukkan nilai absorbansi larutan standar besi berturut-turut adalah 0.082, 0.114, 0.178, 0.235, 0.281. Sebelum dilakukan pengukuran dengan larutan-larutan tersebut, pertama-tama harus dilakukan kalibrasi alat dengan menggunakan larutan blangko untuk menetralkan alat agar diperoleh hasil yang lebih akurat.
Berdasarkan  nilai absorban dan konsentrasi larutan-larutan standar besi yang diperoleh maka kita bisa membuat kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi yang diperoleh pada percobaan ini adalah linier yang artinya memenuhi hukum Lambert-beer.
Untuk menghemat waktu dan cuplikan, metode standar adisi juga dilakukan dengan membuat dua macam larutan uji. Penambahan larutan standar dilakukan pada salah satu atau dua cuplikan. Metode ini disebut adisi stanar II.
Pada langkah akhir dari percobaan ini adalah penentuan kadar besi dalam cuplikan. Analisis kuantitatif sediaan obat yang mengandung besi (III) sulfat secara spektrofotometri menggunakan metode standar adisi. Maksud dari metode standar adisi adalah bahwa sampel yang akan dianalisis ditambahkan sejumlah standar yang memiliki struktur yang sama dengan sampel yang akan dianalisis. Keuntungan metode ini adalah pengolahan data yang cepat dan membutuhkan biaya yang relatif sedikit.
Nilai kadar besi sulfat yang diperoleh secara spektrofotometri dengan metode adisi standar dalam konsentrasi ppm sebesar 14.269. Berdasarkan hasil yang diperoleh ini berarti dalam 0.001 mg sampel yang dianalisis mengandung besi (III) sebanyak 14.269 ppm. Berdasarkan metode standar adisi II diperoleh sampel yang dianalisis mengandung besi (III) sebanyak    87.5 ppm.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakuan pada FeCl3, dapat diketahui bahwa hubungan antara volume (ml) dengan nilai absorben (a) tegak lurus, sehingga dapat di simpulkan bahwa semakin banyak volume FeCl3, maka nilai absorbennya atau daya tembus cahaya yang di lewati sampel semakin besar.
Adapun faktor – faktor yang dapat mempengaruhi dalam perhitungan pada percobaan ini adalah :
1.      Kesalahan dalam penempatan sampel.
2.      Kurang teliti dalam melakukan pengenceran sampel.
3.      Alat dan bahan kurang steril dan telah terkontaminasi.

F.     Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil pada percobaan ini adalah  kadar besi pada sampel sediaan  secara spektofotometri dengan metode adisi standar adalah sebesar 14.269 ppm. Berdasarkan metode standar adisi II diperoleh sampel yang dianalisis mengandung besi (III) sebanyak 87.5 ppm.







DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara : Jakarta.

Day, R.A dan A.L. Underwood. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga; hal. 379

Fatimah S, Iis Haryati dan Agus Jamaludin. Pengaruh Uranium Terhadap Analisis Thorium Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Seminar Nasional V, ISSN 1978-0176. SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta, 5 November 2009.

Kartasasmita RE, Lilis Tuslinah dan Majid Fawaz. Penentuan Kadar Besi (II) Dalam Sediaan Tablet Besi (II) Sulfat Menggunakan Metode Orto Fenantrolin. Jurnal Kesehatan BTH, Volume 1 No. 1 Agustus 2008. STIKes BTH Tasikmalaya.

Pudjaatmaka, Hadyana, editor. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, edisi 4. Jakarta: EGC; hal 863-864

Watulingas, Maasje Catherine. Aplikasi Teknik Adisi Standar pada Penetapan Kadar Besi (III) dalam Air Sungai Karang Mumus dengan Spektronic 21-D. Jurnal Kimia Mulawarman, Vol.6 No.1 Nopember 2008, ISSN 1693-5616. Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Mulawarman.